Apakah salah bila punya uang? Apakah menjadi rohani berarti Anda harus melepaskan semua harta Anda dan hidup dalam kemiskinan? Apakah harta itu buruk? Bukankah Kitab Suci berkata bahwa uang adalah akar segala kejahatan? Tentu, jawaban yang tepat dan benar bagi setiap pertanyaan tadi adalah “tidak”. Kitab Suci memang mengatakan dalam 1 Timotius 6:10 bahwa “cinta” akan uang adalah akar dari segala kejahatan. Allah menciptakan dunia. Allah menciptakan segala macam kesenangan hidup dalam hidup itu sendiri. Satu Timotius 4 memberi tahu kita bahwa segala yang diciptakan Allah itu baik, dan bahwa tidak ada yang harus ditolak bila diterima dengan syukur. Setan tidak menciptakan apa pun, dan tidak dapat menciptakan apa pun. Yang dapat dilakukannya adalah mencoba merusak segala hal baik yang Allah berikan kepada kita.
Markus 10 menceritakan kisah tentang pemuda kaya. Ia adalah seseorang yang bermoral, seseorang yang telah bekerja keras dan telah menjadi sangat kaya. Kita tidak diberi tahu apakah ia sesungguhnya mempunyai masalah dengan mencuri, membunuh, berzinah, bersaksi dusta, atau yang lainnya. Sesungguhnya, ia mengaku dirinya mematuhi Sepuluh Perintah sejak usia sangat muda. Pemuda kaya ini menginginkan hidup yang kekal. Tetapi, ketika Yesus sang Hidup Kekal memandang ke dalam matanya dan berkata agar ia memberikan segala miliknya kepada orang miskin dan mengikuti Dia, pengorbanan tersebut tampaknya terlalu berat. Yesus sesungguhnya mengatakan bahwa dengan melakukan demikian, si pemuda kaya akan memiliki harta di surga. Tetapi, pemuda itu pergi dengan sedih.
Apakah situasi yang dihadapi oleh si pemuda kaya? Apakah karena ia memiliki terlalu banyak uang dan bahwa orang dengan harta yang banyak tidak bisa masuk ke sorga? Tentu tidak! Batu sandungannya adalah bahwa kekayaannya memiliki dirinya. Harta dan uang tidaklah buruk – sesungguhnya harta dan uang adalah baik jika digunakan sebagai alat untuk mendukung Kerajaan Allah. Pemuda itu menderita karena membuat keputusan yang bodoh. Ketika peluang terbesar dalam hidupnya berada tepat di hadapannya, demi uangnya ia memilih menolak peluang itu. Ia belum belajar prinsip mengenai penggunaan yang sesuai.
Namun, masalahnya bukan pada memiliki kekayaan yang banyak dan menggunakannya secara salah. Banyak orang Kristen yang uangnya sangat sedikit, namun mereka harus mengatasi penghalang yang sama dengan si pemuda kaya. Ketika Yesus memperingatkan orang kaya, Dia tidak menggolongkan manusia menurut jumlah uang yang mereka miliki. Dia memberi mereka peringatan tentang betapa lekatnya mereka pada milik mereka. Anda dapat terlalu lekat pada uang dan harta Anda apakah Anda hanya memiliki jumlah yang terlalu sedikit ataupun kekayaan yang banyak. Apakah uang Anda menjadi berkat atau kutukan untuk Anda? Dapatkah uang membeli kebahagiaan? Dapatkah uang membeli rasa puas? Dapatkah uang membeli kedamaian pikiran?
Bandingkan pemuda kaya dalam Markus 10 dengan pendiri Quacker Oats Company, yang memberikan 70% pendapatannya kepada Allah atau, bandingkan Chicago Seven dengan Abraham, bapa bangsa-bangsa yang kaya itu. Abraham bukan saja seorang besar dalam hal iman, melainkan juga seorang individu yang amat kaya. Salomo barangkali adalah orang terkaya pada zamannya. Barnabas, pemimpin gereja lokal pada masa awal Perjanjian Baru, juga seorang kaya, tetapi ia menggunakan uang dan kekayaannya untuk meluaskan Kerajaan Allah.
Bagaimanapun keadaan hidup dan kondisi keuangan Saudara, Tuhan bisa memakainya untuk kemuliaan namaNya. Karena memberi bukan bicara mengenai besar dana yang Anda donasikan bagi pekerjaan pemberitaan kabar baik tentang Dia, tetapi besar pengharapan Anda bahwa akan banyak orang yang akan mendengar keselamatan di dalam nama Yesus. Tetaplah memberi, karena Allah menyukai gaya hidup memberi. Percaya saja! Dia Allah yang tidak berhutang.
Sumber : Disadur dari: Buku Biblical Principles for Becoming Debt Free! (Frank Damazio&Rich; Brott)